Otodiva – Istilah driver anxiety mungkin belum terlalu familiar bagi masyakarat Indonesia. Namun sejatinya driver anxiety atau kecemasan mengemudi saat mengemudi menjadi perhatian penting terutama di negara maju/berkembang dengan kompleksitas arus lalu lintasnya, termasuk di sebagian wilayah Indonesia. Apalagi urusan kecemasan saat mengemudi ini justru lebih banyak dialami kaum wanita.
Berdasarkan studi Jurnal Transportasi dan Kesehatan yang baru dirilis sciencedirect.com mengenai gangguan kecemasan saat mengemudi di Perancis, wanitalah yang paling banyak mengalami kasus tersebut dibandingkan kaum pria.
Baca juga: Penting! 5 Tips Belajar Menyetir Mobil Manual untuk Perempuan
Wanita, terutama pada usia di atas 35 tahun, lebih mungkin mengalami gangguan kecemasan mengemudi. Meski disebutkan bahwa pria cenderung lebih ceroboh namun memiliki kemampuan mengemudi yang baik. Sementara wanita meski berhati-hati tetapi justru kurang mahir mengemudi.
Hasil riset tersebut tidak jauh berbeda dengan laporan di Amerika Serikat, yang menyebutkan bahwa 66% pengemudi di negara tersebut memiliki kecemasan mengemudi. Termasuk 55% di antaranya mengalami kecemasan bahkan saat melakukan manuver sederhana seperti berbelok atau berputar balik. Dan dari sekian banyak pengemudi yang cemas, 75% berasal dari kalangan wanita.
Stereotip bahwa wanita kurang mampu melakukan manuver berkendara nyatanya memang terbukti. Tidak jarang seseorang dapat mengetahui sebuah mobil dikendarai wanita dari caranya berbelok atau mengambil jalur di tengah padatnya lalu lintas.
Sebab Munculnya Driver Anxiety
Driver anxiety merupakan kecemasan psikologis modern yang terjadi di tengah pesatnya arus lalu lintas di berbagai negara. Padatnya mobilitas kendaraan, terutama kendaraan roda empat, membuat tingkat stres di jalanan pun semakin meningkat. Ditambah dengan faktor psikologis lain yang kadang dapat menjadi pemicu munculnya kecemasan saat berkendara.
Sebab terbesar seseorang dapat mengalami kecemasan mengemudi ialah adanya trauma masa lalu. Dalam laporan disebutkan bahwa orang yang pernah mengalami pengalaman kecelakaan (kecil atau besar) memiliki skor kecemasan lebih tinggi dibandingkan yang tidak pernah mengalami kecelakaan.
Faktor lain ialah kurangnya rasa percaya terhadap pengemudi lain di jalanan. Apabila seseorang terlalu mencemaskan bahwa pengemudi lain akan menabraknya, atau melakukan tindakan mengagetkan, maka semakin besar peluang dirinya mengamali driver anxiety.
Ada pula faktor tambahan yang muncul setelah mendapat iklan layanan masyarakat mengenai kewaspadaan saat mengemudi. Hal tersebut terbukti memunculkan stigma bahwa jalanan yang dilalui merupakan jalur berbahaya. Apalagi saat ini ditambah dengan jurnalistik warga di media sosial yang menampilkan peristiwa kecelakaan tanpa sensor. Hal itu dapat semakin menambah peluang cemas di jalanan.
Semoga laporan tersebut justru meningkatkan kewaspadaan kita dalam mengemudi, ya. Stay safe, girls!