Otodiva – Rencana pemerintah untuk membatasi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi diperkirakan akan berdampak besar pada preferensi konsumen terhadap jenis kendaraan yang lebih efisien dalam penggunaan bahan bakar. Salah satu jenis kendaraan yang diprediksi mendapat sorotan lebih adalah mobil hybrid. Kendaraan jenis ini dikenal irit BBM dan diharapkan menjadi pilihan utama ketika kebijakan pembatasan subsidi BBM diterapkan.
Pembatasan BBM Subsidi: Langkah Awal Penghematan Energi
Pemerintah terus membahas formulasi pembatasan BBM subsidi, dengan rencana pembatasan yang kemungkinan akan menargetkan mobil bensin berkapasitas mesin di atas 1.400 cc dan mobil diesel di atas 2.000 cc. Langkah ini diyakini akan mendorong konsumen untuk mencari alternatif kendaraan yang lebih hemat BBM. Chief Marketing Auto2000, Yagimin, menjelaskan bahwa konsumen yang tidak lagi dapat mengonsumsi Pertalite akan beralih ke BBM dengan oktan lebih tinggi, seperti Pertamax atau Pertamina Dex.
“Sebagai konsumen, saya akan memilih mobil yang lebih irit BBM. Toyota, misalnya, memiliki banyak pilihan untuk mobil LCGC yang hemat, dan jika ingin lebih irit lagi, mobil hybrid bisa jadi solusinya,” ujar Yagimin dalam sebuah wawancara di Jakarta Selatan.
Mobil Hybrid: Solusi Efisiensi Tanpa Beban
Mobil hybrid, yang menggabungkan mesin konvensional dengan motor listrik, memberikan efisiensi bahan bakar yang lebih baik dibandingkan mobil konvensional. Hal ini membuat biaya operasional lebih ringan, terutama ketika menggunakan BBM beroktan tinggi seperti Pertamax.
“Hybrid itu super irit, sehingga meskipun diisi dengan Pertamax, biaya yang dikeluarkan tidak akan terasa memberatkan. Teknologi ini memungkinkan mobil hybrid untuk menyaingi efisiensi kendaraan listrik tanpa perlu melakukan pengisian daya listrik, namun tetap lebih hemat dari mobil berbahan bakar bensin biasa,” jelas Yagimin.
Tantangan Insentif untuk Mobil Hybrid
Di sisi lain, meskipun penjualan mobil hybrid mengalami peningkatan, insentif dari pemerintah untuk jenis kendaraan ini masih belum terealisasi. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa insentif untuk mobil hybrid belum akan diberikan pada tahun ini. Menurutnya, meskipun tanpa insentif, penjualan mobil hybrid tetap menunjukkan tren yang positif.
“Selama ini, penjualan mobil hybrid sudah cukup baik tanpa insentif. Jadi, penjualan mobil hybrid akan terus meningkat,” jelas Airlangga.
Namun, berbeda pendapat dengan Airlangga, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menilai bahwa insentif tetap diperlukan untuk mendukung keberadaan produsen kendaraan hybrid di Indonesia. Menurutnya, insentif ini penting untuk mencegah produsen memindahkan pabriknya ke negara lain yang menawarkan kebijakan yang lebih menarik.
“Walaupun insentif untuk mobil hybrid tidak sebesar insentif mobil listrik, kita tetap perlu mempertimbangkannya agar produsen mobil hybrid yang sudah ada di Indonesia tidak pindah ke negara lain,” jelas Agus.
Beberapa negara telah memberikan insentif kepada produsen kendaraan yang mendukung era elektrifikasi, termasuk mobil hybrid. Kekhawatiran utama pemerintah Indonesia adalah jika merek besar yang sudah beroperasi di Indonesia tergoda untuk memindahkan pabriknya ke luar negeri akibat kebijakan insentif di negara-negara tersebut.
Meningkatnya Penjualan Mobil Hybrid
Di tengah tantangan ini, penjualan mobil hybrid di Indonesia justru mengalami peningkatan. Bahkan, angka penjualannya telah melampaui penjualan mobil listrik, meskipun mobil listrik mendapatkan lebih banyak insentif. Salah satu alasan tingginya harga mobil hybrid adalah penggunaan teknologi yang lebih canggih, termasuk baterai dan motor penggerak, yang membutuhkan biaya produksi lebih tinggi.
Beberapa produsen berharap pemerintah segera memberikan stimulus berupa insentif untuk mendukung penjualan mobil hybrid. Dengan insentif, penjualan kendaraan roda empat di Indonesia, yang sedang mengalami penurunan, diharapkan bisa kembali meningkat.
Mobil Hybrid untuk Pembeli Pertama (First Buyer)
Resha Kusuma Atmaja, Marketing Planning Deputy General Manager PT Toyota Astra Motor (TAM), mengatakan bahwa pihaknya ingin semua orang memiliki kesempatan untuk beralih ke kendaraan elektrifikasi. Toyota, lanjutnya, ingin memastikan bahwa mobil hybrid dapat diakses oleh semua segmen masyarakat, bukan hanya kalangan tertentu.
“Tagline kami, ‘It’s Time for Everyone’, mencerminkan visi kami untuk memberikan solusi kendaraan yang dapat dijangkau oleh semua orang,” ujar Resha.
Berdasarkan survei yang dilakukan Toyota, konsumen di Indonesia saat ini cenderung memilih mobil listrik sebagai mobil kedua, sementara mereka yang baru beralih dari kendaraan roda dua (first buyer) lebih memilih mobil konvensional. Kepercayaan terhadap infrastruktur masih menjadi perhatian utama bagi para pembeli pertama ini, sehingga mobil hybrid menjadi pilihan yang paling tepat.
“Mobil hybrid tidak terbatas pada masalah pengecasan dan tetap menggunakan BBM. Ini adalah solusi terbaik saat ini, dan kami tidak ingin menunda-nunda menunggu infrastruktur yang lebih baik untuk mobil listrik,” tambah Resha.
Dengan demikian, mobil hybrid dianggap sebagai langkah awal yang strategis untuk transisi ke kendaraan elektrifikasi di Indonesia. Produsen kendaraan berharap, dengan semakin tingginya minat konsumen dan kebijakan pemerintah yang mendukung, mobil hybrid akan semakin menguasai pasar otomotif di tanah air.